Rabu, 28 September 2011

One Stop Service: Strategi Jitu Pemasaran Pariwisata

Pagi ini di Kompas TV ditayangkan diskusi tentang pemasaran pariwisata Indonesia yang menghadirkan narasumber Yanti Sukamdani (Ketua PHRI) dan Cintya Tirayoh (Putri Pariwisata 2010). Semua pendapat baik dari narasumber maupun dua host-nya baik adanya. Sebab, keempatnya sangat menguasai strategi pemasaran pariwisata. Namun ketika sampai pada titik di mana pemasaran telah dilakukan dengan berbagai cara dan tidak juga berhasil menumbuhkan kesadaran berwisata bangsa Indonesia, keempatnya nampaknya setuju dengan pendapat host pria yang menyatakan letak geografis Indonesialah yang menghambat kinginan turis domestik untuk mau mengunjungi Papua, Sulawesi, NTT dan lain-lain destinasi wisata yang sulit dijangkau secara normal. Keempatnya lupa tujuan berwisata itu apa. Seandainya mereka mau memosisikan diri sebagai 'konsumen' pariwisata tentu akan tahu tujuan itu. Berwisata dimaksudkan untuk menyegarkan diri dengan melupakan gangguan apapun yang selama ini dialami dengan menikmati seluruh kemudahan yang mampu dibeli. Untuk apa ke tempat jauh di Indonesia jika perjalanannya saja menyita waktu, tenaga, dan biaya hampir 80% alokasi anggaran berwisata itu? Dengan demikian, berdasarkan pengalaman pribadi, tujuan wisata yang paling menarik tetap yang one stop service. Sekali datang bisa dapat semuanya. Dalam berbagai kunjungan kerja ke kota-kota di pelosok Indonesia yang dipromosikan pariwisatanya, saya justru tidak pernah sekalipun mengunjungi tempat wisata itu, karena begitu kompleksnya 'jalan' menuju ke sana: moda angkutannya, informasinya, akomodasinya, keamanannya, dll. Hanya mereka yang memiliki tujuan sekunder bahkan tertier seperti nasionalisme, idealisme, konsumerisme, borosisme yang mau mengorbankan alokasi 80% anggaran yang dimilikinya. Tetapi, tetap mayoritas wisatawan domestik menghendaki one stop service. Sekali jalan dapat semuanya: pantai, mall, rumah makan, budaya, gunung, cinderamata, dan lebih-lebih kesegaran jiwa raga. Itulah mimpi wisatawan domestik sementara ini seperti yang dinyatakan Yanti Sukamdani dalam uraiannya. Mengapa turis domestik lebih suka ke Bali, Yogya, Malang, Jakarta, Bandung? Karena, di sana mereka bisa dapatkan 'semuanya' meski sebagian sangat artifisial. Jadi, kapan masyarakat penyedia pariwisata Indonesia bisa goes to one stop service ... ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar