Rabu, 28 September 2011

MENULIS SEBAGAI GAYA HIDUP

Seorang sejawat dari Jerman hingga kini (sejak kedatangan di tahun 1994) merasa heran mengetahui ada mahasiswa Indonesia yang berulang kali gagal menerapkan penggunaan kata depan 'di' dalam tulisan-tulisan mereka. Kalau hanya salah ketik bisa dimaklumi, tetapi kalau berulang tentu bukan salah ketik. Pagi ini, saya berkesempatan berdiskusi dengan sesama pengajar Filsafat Ilmu di UKSW yang juga merasa prihatin akan kemampuan berbahasa mahasiswa. Beliau menyatakan rendahnya kemampuan berbahasa akibat kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yang kebabalasen mengembangkan mata pelajaran yang ada. Dahulu masih ada mata pelajaran 'Mengarang' yang memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan logika dengan baik. Di perguruan tinggi juga ditempuh 'apresiasi sastra' dengan menelaah karya-karya sastra besar Iindonesia maupun dunia. Sehingga, stok penulis dan tulisan begitu banyaknya. Sebagai Redaktur Pelaksana jurnal ilmiah yang belum terakreditasi pun dahulu saya dimudahkan dengan banyaknya isi bank tulisan kami. Tak jarang, tulisan resensi buku menumpuk berpuluh-puluh hingga bingung mana yang harus diterbitkan. Bukan karena banyaknya saja, namun karena mutunya juga sangat baik. Buku-buku yang diresensi juga buku berkelas. Dahulu masih banyak mahasiswa yang 'nyantrik' belajar menulis ilmiah kepada saya. Beberapa berhasil menjadi penulis. Belakangan, meski sudah disediakan fasiltas dan sarananya, masih saja sulit menemukan penulis yang baik dan benar. Begitu sulitnyakan menulis bagi kita? Tidak dan ya. Tidak sulit menulis ketika tulisan diartikan sebagai yang gitu-gitu aja. Lihatlah mereka yang menulis SMS itu! Tidak peduli di mana, sedang nyetirkah, ada orang tua yang menyapa, atau lain-lain kesempatan, menulis SMS tetap harus dilakukan. Dalam arti dangkal dan sempit, menulis memang tidak sulit. Tetapi tulisan demikian tentulah bukan tulisan sistematis apa lagi ilmiah. Kita sedang membutuhkan tulisan-tulisan sistematis dan ilmiah. Sulit, jika tulisan itu harus memenuhi dua tuntutan itu. Jika mau percaya, jadikan dahulu menulis sebagai kebutuhan dan kemudian gaya hidup baru lahir penulis dan tulisan yang baik dan benar. Selama menulis masih merupakan momok, hantu, apalagi musuh selama itu pula akan kita jauhi. Kalau menulis merupakan gaya hidup yang memenuhi standar tertentu maka menulis menjadi begitu mudah dan menyenangkan ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar