Minggu, 23 Oktober 2011

"Thomas-Thomas" Masa kini

Mianto Nugroho Agung

Sabtu (22/10, 2011) tetangga belakang rumah meninggal dunia karena hepatitis C positif. Keruan saja kami mengurus ini itu sampai siap begadang menemani tuan rumah. Nah, dalam begadang itulah sering muncul keaslian tetangga-tetangga kita yang mengejutkan. Kalau selama ini ketemuan hanya sesaat dan tegur sapa sekadarnya, maka dalam forum begadang yang durasinya dari jam 21.00 - 04.00  itu sudah pasti dibutuhkan segudang kata-kata untuk melepas kantuk. Nah, dalam begadangan Sabtu malam kemarin, berloncatanlah kata-kata itu dari kami masing-masing. Ya, macam-macam topiknyalah: SBY yang tidak bisa memberi harga sembako murah, tentara yang semakin berat tugasnya, sulitnya mengikuti sidang tilang, tetangga yang selingkuh, teman yang jatuh, rakyat yang akomodatif terhadap tst alias 'damai kaus'  sampai ke soal beberapa tetangga sejemaat dengan saya yang belakangan malas ke gereja apa lagi mengikuti acara-acara keagamaan. Sebagai majelis gereja mereka, saya memiliki kewajiban mengetahui apa alasan mereka. Memang selama ini telah kami lakukan berbagai upaya mendekati dan menyadarkan mereka akan pentingnya aktif begereja dalam hidup beragama Kristen. Malam itu masing-masing memberi alasan yang kurang lebih sama, yang dikemukakan dalam ilustrasi menyesatkan: seorang pendeta yang tidak pernah minum dan mabuk seharusnya minum dan mabuk sebelum kotbah tentang 'jangan mabuk'. Orang kedua berkata, "Jangan hanya pandai berteori sebelum menjalani. Jangan melarang saya berjudi sebelum tahu seluk beluk judi." Dan, yang terakhir mengatakan bahwa temannya seorang tokoh agama lain yang bermaksud mengingatkan jemaatnya untuk tidak jatuh ke perselingkuhan komersial. Untuk menguatkan kotbahnya, tokoh itu pergi ke lokalisasi dahulu. Seorang Kristen lainnya, bukan sejemaat dengan kami berempat, menyatakan bahwa semua orang di Indonesia sudah sama-sama buruk, apa bisa gereja mengubahnya? "Buktinya, sampai saat ini gereja tidak bisa berbuat apa-apa!"
Nah, ketika saya tunjukkan analogi ilustratif 'untuk menunjukkan bahwa setiap orang bakal mati bukankah pendeta tidak perlu mati dahulu, untuk mengingatkan agar hati-hati berkendaraan agar tidak celaka kan tidak perlu celaka dahulu, untuk mengetahui bahwa api panas kan tidak perlu membakar diri atau setidak-tidaknya menyundut diri dengan rokok nyala, bukan' barulah mereka mengangguk-angguk. entah apa maksudnya. Praktik keberagamaan demikian merupakan tipe empirik yang memperlakukan agama seperti ilmu pengetahuan empirik. Menjalankan laku bergama a la Thomas si murid Yesus yang baru akan percaya jYesus telah bangkit dari kubur ika sudah mencucukkan tangannya di luka Yesus. Syukurlah belakangan Thomas berubah pikiran meski tidak kesampaian mencucukkan tangannya ke luka Yesus. Bagaimana mungkin jemaat menuntut pendetanya mati dahulu, mabuk dahulu, selingkuh dahulu, celaka dahulu sebelum berkotbah tentang hal-hal semacam itu? Inilah Thomas-Thomas masa kini yang saya maksudkan. merek aumumnya sok ilmiah dan pro-empirisme beragama. Janganlah kesombongan diri sebagai yang terpandai mengganggu proses menjemaat dan menggereja kita dalam hidup keberagamaan kita. Ada hal-hal lebih tinggi dan kudus dalam kehidupan beragama dan karena itu tiak empiris. Masalahnya, anda berminat manjadi anggota Thomas-Thomas masa kini? Rekrutmen keanggotaan dibuka lebar oleh Lucifer yang kebingungan hendak menghapus postingan tulisan ini ... "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yohanes 20:29b).

23 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Tidak dijelaskan apakah tetangga yang menghadiri itu semua Kristen, berjemaat di gereja tertentu atau ada keyakinan lain. Namun responden fokus terhadap tetangga yang berjemaat di suatu gereja saja. Dibawah ini responden menulis beberapa kemungkinan. Yang pertama, kurangnya PAK dewasa di suatu gereja terkadang berakibatkan kurangnya pengetahuan rohani didalam kehidupan jemaat. Jemaat sering menelan mentah-mentah apa yang dikatakan Kitab Suci tanpa sebuah pemahaman yang real dan kontekstual pada jamannya. Lebih parahnya lagi mereka menerima begitu saja yang dikatakan oleh pengkotbah, tanpa menilai dari sisi lain. Pemahaman kebenaran akan Firman Tuhan yang sangat saklek inilah yang membuat jemaat berpendapat dan menerima Firman dengan apa adanya, tanpa pemikiran yang lain.
    Hal lain yang menjadi pertimbangan koresponden, hari-hari ini banyak jemaat yang kehilangan figur “pengkotbah”. Mereka melihat pengkotbah yang tidak menjadi teladan hidup, melihat pengkotbah yang justru menjadi batu sandungan karena tingkah lakunya dalam berjemaat. Sehingga hal-hal itu menjadi sebuah cela bagi pengkotbah yang lain, penilaian akan pengkotbah mana pun menjadi sama. Ada sebuah statement mengatakan bahwa “tindakan kita lebih keras dari kotbah kita. Biarlah ini menjadi pertimbangan bagi para pengkotbah, sehingga dalam ia menyampaikan kebenaran Firman bukan malah ia yang nantinya dicela. (Gita Luckitasari / 143100156 PK)

    BalasHapus
  3. Menurut saya tetangga-tetangga tersebut tidak hanya seperti Thomas yamg tidak percaya sebelum melihat bukti, namun mereka seperti ahli Taurat. Mengapa? Karena ahli taurat digambarkan sebagai orang-orang yang perfeksionis dalam hal taurat, selalu mengkritik sesuatu yg tidak sesuai dengan taurat, namun belum tentu mereka mampu melakukan semua taurat tersebut dengan sempurna. Begitupun dengan para tetangga, mereka hanya mampu mengkritik dan mencari kesalahan dalam suatu pelayanan, yang belum tentu mereka sendiri mampu melakukannya.
    Jika seorang pendeta harus tahu judi sebelum melaramg tentang judi, lalu apa gunanya Alkitab, menurut saya semua hal tentang kehidupan sudah ada didalam Alkitab, jadi sebagai orang kristen sudah seharusnya kita mempelajari Alkitab agar tahu hal-hal tentang kehidupan tanpa harus mengalaminya terlebih dahulu. Contohnya untuk tahu tentang berhala kita tidak harus menyembah berhala terlebih dahulu, karna kita bisa melihatnya didalam perjanjian lama yg menjelaskan banyak tentang berhala. Menjadi seorang Kristen harus lebih bijak dalam berfikir dan berkata-kata. Terimakasih. (Riko widya sari/153100169/TPAK)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Riko. Saya setuju dengan analisis Anda mengenai logika beriman a la Yohanes 20: 29a tersebut. Sayang Riko belum menjadi pengikut saya, ya.

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. menurut saya kita sebagai tetangga kita tidak harus sama seperti Thomas yang tidak percaya kalau tidak melihat langsung. kita harus sama seperti murid Yesus yang lainnya yang percaya walapun tidak melihat. karena firman Tuhan telah menuliskan berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya. jadi kita sebagai tetangga jangan hanya bisa mengkritik dan mencari kesalahan seseorang atau pelayan. jika seorang pendeta tidak diharuskan tahu tentang berzinah saat melarang orang tidak boleh berzinah . jadi apa gunanya Alkitab dalam kehidupan kita sehari-hari. kan Alkitab sudah mejelaskan tentang jangan berzinah larangan itu sudah tertera dalam perjanjian lama yaitu dalam keluaran 20:14. jadi kita harus percaya kepada seseorang walaupun kita tidak melihatnya sendiri. terima kasih. GBU, SETYANINGSIH(153100171/PK)

    BalasHapus

  6. Dalam pemahaman masalah yang dialami mereka, disini saya melihat bahwa diskusi sangatlah penting kita terapkan dalam bersosialisasi dengan tetangga-tetangga sekitar kita. Namun dari diskusi ini, tentunya sering muncul berita-berita yang positif dan negatif dari setiap pendapat mereka. Misalnya saja ketika kita mendengar dari jemaat-jemaat Kristen, yang berkata “seorang pendeta yang tidak pernah minum dan mabuk seharusnya minum dan mabuk sebelum kotbah tentang 'jangan mabuk”.
    Di situ terlihat sekali bahwa mereka tidak ingin di tegor ketika mereka salah, namun mereka lebih menuntut pendeta untuk terlebih dahulu merasakan apa yang mereka lakukan, baru seorang pendeta itu layak untuk berbicara diatas mimbar. Sehingga muncul teori dari mereka, "Jangan hanya pandai berteori sebelum menjalani”.
    Jika melihat masalah Thomas-Thomas OD (orang dewasa) seperti ini, bisa dikatakan bahwa mereka masih sangat salah paham tentang pengertian PAK, mereka tidak perlu merasa dengan adanya pendidikan Agama, kurangnya kesadaran akan kebutuhan untuk PAK, dan pengetahuan Kristen awam yang minimal sekali tentang Alkitab. Sehingga ketika ada permasalah yang mereka alami dalam Gereja, mereka cepat sekali mengejas pendeta (pemimpin gereja) dari pada mengoreksi setiap dirinya masing-masing.
    Jadi disini saya sangat tertarik menjadi Thomas yang sesuai Firman Tuhan “berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 20:29b). di mana kita sebagai orang yang percaya kepada Yesus, benar-benar bisa merasakan. Yang kita butuhkan bukan hanya secara Kognitif saja, melainkan kita pun harus secara Afektif dan Psikomotorik. Sehingga setiap iman yang kita miliki dapat kita cerminkan dalam kehidupan kita sehari-hari yang sesuai karya-karya Tuhan dalam kehidupan kita.
    Terimakasih… Gusti Berkahi…
    (Beti Kristiana, Nim :143100162/PK)

    BalasHapus
  7. Menurut pendapat saya, masalah semacam ini tidaklah asing lagi bagi kita, maksudnya adalah tidak sedikit orang kristen khususnya orang dewasa saat ini yang memiliki pemikiran tersebut. Dari hal ini, apa sebenarnya yang menjadi penyebab orang tersebut berfikir demikian? Menurut saya, ada beberapa penyebab, yaitu: kurangnya pengetahuan. Orang dewasa yang seperti ini menunjukkan bahwa dirinya tidak memiliki banyak pengetahuan tentang kebenaran firman Allah. Sedikit pengetahuan, disebabkan oleh kurangnya membaca Alkitab, dimana kita sekalian mengetahui bahwa Alkitab adalah sumber dari segala sumber pengetahuan (kebenaran). Sehingga, penting dan diharuskan khususnya bagi setiap orang yang sudah bisa dikatakan dewasa untuk membaca Alkitab serta merenungkannya agar tahu bagaimana cara hidup yang benar dan yang berkenan di hadapan Tuhan. Berkenaan dengan hal ini, kita dapat melihat juga kemungkinan-kemungkinan lain, dari sudut pandang gereja sendiri, ada kemungkinannya bahwa POD didalam gereja tersebut meskipun sudah ada tetapi belum berjalan dengan efektif, OD cenderung malas mengikuti kegiatan-kegiatan POD di gereja karna mungkin tema-tema yang tidak menarik dan tidak sesuai dengan kebutuhannya, pembelajarannya membosankan, atau pengajarnya sendiri yang mungkin kurang perduli kepada OD tersebut.
    Tetapi, disisi lain kita juga bisa melihat dari OD itu sendiri. Mengapa mereka berkata sama seperti hal diatas “jangan hanya pandai berteori sebelum menjalani”? Karena OD tersebut tidak mau berubah. Sehingga, setiap firman Tuhan yang disampaikan itu hanya mengusik kenyamanannya saja. Misalnya, OD yang dalam hidupnya sering berjudi. Di mana, OD tersebut sudah senang dan makmur hidupnya karena selalu menang dalam perjudian itu. Suatu saat, seorang pendeta atau yang lain menegurnya bahwa itu tidak baik. Maka, OD tersebut mungkin akan marah, tersinggung namun tetap berjudi. Meskipun, OD tersebut mau berubah itupun sangat sulit untuk tidak melakukan judi lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwa sesuatu yang nyaman belum tentu itu baik, dan ketika kita sudah tahu bahwa yang nyaman itu tidak baik, maka berusahalah untuk merubahnya menjadi sesuatu yang baik.
    (Sri Rahayu 143100163/PK) Trimakasih God bless.



    BalasHapus
  8. Menurut saya, memang kebanyakan orang yang bergerja “tidak aktif” hampir rata-rata memiliki pendapat yang demikian. Kurangnya pengetahuan Alkitabiah dan sebuah kesadaran untuk hal yang progres mendasari pemikiran-pemikiran sempit mereka bahwa gereja seharusnya menjadi yang paling bisa dan paling super tanpa mau tahu apa permasalahannya. Yang mereka inginkan biasanya harus terjawab karena sisi negatif saja yang mereka serap mengenai pemahaman gereja. Entah karena sebuah kepahitan ataupun bawaan dari lahir hal ini tercipta. Kritikan, kritikan, kritikan dan kritikan yang mereka lontarkan sebagai orang dewasa, namun hanya dibelakang saja mereka mau mengkritik, tentu kritikan mereka tanpa diimbangi dengan solusi yang tepat. Latar belakang pendidikan orang dewasa yang mereka terima bisa menjadi sebuah motor yang utama bagi mereka untuk sebuah pemahaman yang sempit itu, sehingga apa yang mereka keluh kesahkan terhadap gereja harus mampu untuk menjawabnya. Maka peran penting orang-orang seperti Bp. Mianto Agung ini sangat diperlukan untuk mengobati sifat-sifat mereka yang demikian itu, bukan hanya pak Mian saja yang berkewajiban untuk menyadarkan orang-orang yang dengan karakter/sifat demikian namun kita sebagai pengambil mata kuliah Andragogi berkewajiban pula menambah wawasan orang dewasa semacam ini.
    Langkah pertama yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan konsientisasi kepada mereka, tanpa sebuah kesadaran maka orang dewasa cenderung tidak mau berubah. Ya, mungkin karena sudah merasa nyaman dengan dirinya yang sekarang atau memang benar-benar tidak mau berubah. Setelah mereka sadar ajak mereka untuk melakukan sebuah progres pemikiran Alkitabiah dan aplikasinya secara langsung jadi tidak semata-mata mereka menyalahkan pendeta atau organisasi gereja saja. Yang ketiga uji pemikiran mereka apakah sudah berbeda dengan yang sebelumnya atau masih tetap sama. Dalam melakukan 3 bagian ini tentunya tidaklah mudah, maka sebagai calon guru kita harus mampu melihat situasi dan kondisi yang ada pada mereka. Kita harus tepat sasaran dalam merubah gaya berfikir mereka yang penuh dengan kritikan menjadi orang yang mengaplikasikan Firman Tuhan. Sehingga setelah mereka mempunyai pemahaman yang baru akan terealisasi pula tindakan yang baru sesuai dengan pemikiran baru mereka. Maka thomas-thomas masa kini semakin terkurangi dan menjadi thomas yang telah diubah oleh Yesus. terimakasih (Samuel Yanuar Adi Nugroho/143100166/PK)

    BalasHapus
  9. Saya dulu sebagai umat yang belum percaya kepada Yesus sempat mengalami dan menjadi seperti Thomas. Bahkan saya pernah menantang TUHAN untuk menghampiri saya pengalaman itu sangat mengesankan dalam kehidupan saya walau pada akhirnya TUHAN benar-benar datang dan mengangkat saya serta menawarkan kasihNya supaya saya menjadi anakNya. Tetapi setelah saya mengenal Yesus saya bertobat dan menjaga perkataan saya sesuai iman saya. Iman adalah sesuatu yang berasal dari Allah ( Efesus 2: 8-9).
    Jadi ketika kita percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan juruselamat kita harus beriman walaupun terkadang segala sesuatu yang kita harapkan tidak seperti yang TUHAN mau, bahkan sebaliknya. Terkadang keinginan kita sangat bertolak belakang dengan kehendak TUHAN. Orang yang percaya belum tentu memiliki iman. Tetapi orang yang beriman pasti orang yang percaya. Jadi kita juga harus membedakan antara keinginan kita dengan iman. Jangan mencampuradukkan keduanya itu karena sangat berbeda. Seperti halnya saya mengharapkan bahwa saya akan sembuh dari penyakit sinusitis saya yang menyiksa tiap hari. Tetapi saya hanya berdoa dan beriman,” saya beriman saya pasti sembuh!”, tapi saya tidak melakukan apa-apa. Saya tidak minum obat, saya tidak periksa tetapi saya hanya mengandalkan kekuatan doa. Itu sama halnya mencobai Tuhan (Matius 4:7). Mungkin kita juga bisa sembuh karena iman adalah kasih karunia dari Allah. Iman adalah percaya walau tidak melihat dan berserah penuh kepada Tuhan dengan berusaha. Seandainya saya tidak sembuh jangan berkata saya tidak beriman atau iman saya lebih kecil daripada mereka yang mungkin bisa sembuh. Tuhan punya rencana bagi setiap kita. Dan rencanaNya tak pernah terselami oleh pemikiran kita. Jawaban TUHAN hanya ada tiga, ya, tidak, dan tunggu. Iman itu harus dilibatkan juga dengan perbuatan kita karena iman tanpa perbuatan adalah mati ( Yakobus 2: 26 ).
    Seperti pada kesaksian Pak Mianto tentang Thomas-thomas masa kini bahwa mereka tidak mau melakukan kehendak Allah tanpa melihat terlebih dahulu. Bukankah itu juga menentang perjanjian kita dengan Allah tentang ketaatan dan setia kepada firmanNya. Padahal di Alkitab sendiri sudah jelas tertulis dan ada banyak larangan-larangan yang sudah tergenapi di dalam Perjanjian Baru. Hukum Allah di buat bukan untuk dilanggar tetapi untuk ditaati karena Allahs sendiri sudah pasti tahu akibat dari pelanggaran hukumNya ( perintah firman-firman di Alkitab ). Jadi kita harus melakukan apa yang di firmankan Tuhan melalui individu kita saat membaca Alkitab sendiri atau ketika firman itu disampaikan melalui hambaNya (pendeta). Jangan berfikir negatif tentang seseorang menunggu pendeta itu harus melanggar aturan baru berkhotbah. Tetapi biarlah kita menerima berita anugerah itu terserah pendeta mau melakukannya atau tidak yang terpenting pribadi kita kepada Tuhan. Jikalah seandainya pendeta itu melanggar firman Allah yang menjadi bencana adalah ketika jemaat memberikan asumsi atau pendangan buruk kepada pendeta tersebut,” Pendeta kok selingkuh! Pendeta kok penjudi!”, jadi malah membuat serba salah. Melalui jurnal Pak Mianto ini kita belajar taat dan beriman kepada pribadi TUHAN sendiri jangan memikirkan orang lain. Ketika kita selalu mencari celah orang lain atau menuntut mereka lebih, kita adalah orang yang sombong. Padahal kita sendiri belum tentu baik. Jadilah orang yang beriman.

    Presented by Ghatmy Cito.TPAK

    BalasHapus
  10. Menurut saya, hal seperti ini banyak gereja yang mengalami dimana tidak sedikit anggota gereja yang pasif dalam begereja. Dengan hal demikian, mereka mudah saja untuk memiliki pendapat seperti itu. Kemungkinan faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya pemahaman mengenai Alkitab dan minimnya program bagi pendidikan orang dewasa dalam gereja, sehingga pernyataan - pernyataan tersebut mudah sekali terlontarkan. Namun melalui pengalaman tersebut, apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh gereja? Menurut saya yang yang seharusnya dilakukan adalah mendiskusikan hal ini bersama - sama dengan orang dewasa tersebut. Karena, orang dewasa lebih suka ketika mereka diajak berdiskusi atau mendiskusikan suatu hal dibandingkan hanya sekedar duduk diam dan mendengarkan. Namun terkadang, pihak - pihak dalam gereja sendiripun membatasi dirinya untuk duduk bersama dengan jemaat-jemaatnya sehingga muncul berbagai spekulasi dalam jemaat. Peran gereja dan peran orang dewasa sangat penting dalam mengembangkan program yang ada didalam gereja. Gereja akan maju jika kedua belah pihak mau maju bersama- sama. Dalam hal inipun, pimpinan gereja harus menjadi contoh yang baik bagi setiap jemaatnya dan mau menerima masukan dari jemaatnya, sehingga jemaatpun merasa dihargai. Komunikasi yang baik akan membuat kemajuan yang baik bagi gereja, komunikasi yang kurang baik maka akan terjadi kesalahpahaman satu dengan yang lain didalam gereja. Oleh sebab itu, pendidikan orang dewasa sangatlah penting dalam sebuah gereja,dan dibutuhkan orang yang benar-benar menyadari bahwa pendidikan orang dewasa sangatlah penting dan mau bergerak dalam bidang tersebut. Diskusi adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah munculnya hal seperti itu terjadi. Dengan berdiskusi maka akan terlihat lebih santai dan orang dewasapun merasa dimanusiakan. Dan semoga Thomas-thomas masa kinipun mulai menyadari bahwa penting sekali peran aktif mereka dalam sebuah gereja. (Elisabet/143100159/PK)

    BalasHapus
  11. Menurut penilaian saya tidak salah jika tetangga-tetangga yang bisa digolongkan sebagai masyarakat awam ini memiliki pemikiran dan penilaian seperti itu, karna melihat konteks masyarakat masa kini yang semakin cerdas dan kritisa maka tidak salah jika para tetangga bisa menjadi layaknya Thomas yang harus melihat bukti terlebih dahulu baru dia bisa mempercayai tentang kebangkitan Yesus. Selain itu hal ini juga disebabkan karna telah sedikit rusaknya gambaran sosok pendeta di mata masyarakat karna terkadang ada saja pendeta yang hanya berakting sebagai seorang malaikat saat didepan jemaat saat digereja namun selepas dari gereja mereka kembali kepada gaya hidup dunia seperti merokok, sombong, pilih kasih dll.
    Apa lagi tetangga yang tidak aktiv digreja dimana mereka tentunya memiliki alasan tersendiri yang membuat mereka tidak menjadi aktiv kembali digreja dan menurut saya orang-orang seperti ini sangat sensitive jika diajak berbicara tentang hal-hal grejawi apa lagi yang berbicara adalah seorang pendeta. Mereka cenderung ingin melihat bukti untuk dapat percaya. Mungkin untuk masyarakat lain yang aktiv dalam gereja mereka akan lebih mudah untuk percaya tanpa melihat bukti. Namun kembali lagi kepada setiap masyarakat yang dimana “Lain Kepada Lain Pemikiran” maka setiap orang dapat memiliki pemikiran dan penilaiannya masig-masing akan hal gerejawi dan iman kepercayaan. Dan disini peran gereja dan pendeta sangat ditegaskan kembali untuk mampu meyakinkan setiap waga jema’atnya untuk dapat percaya tanpa melihat. Agar bisa menjadi Thomas-thomas yang bukan lagi meragukan akan kebangkitanya namun bisa menjadi Thomas yang percaya bahwa firmannya pasti akan tergenapi. Trimakasih, Tuhan Yesus Memberkati.
    (Rindi Lestari 153100173/PK)

    BalasHapus
  12. Aspek yang digunakan dalam berteologi di atas adalah berteologi secara “Sentripetal”. Dimana penulis membeberkan beberapa aspek kehidupan yang terjadi di dunia secara Real, lalu kemudian membawanya kepada pusat lingkaran (keberan Alkitab yang digagaskan). Keberadaan Thomas-Thomas masa kini yang banyak mewarnai dunia memang bukanlah suatu hal yang langka, saya berpikir bahwa, selalu akan ada sepersekian persen orang yang bersikap layaknya Thomas-Thomas masa kini, dimanapun tempat dan konteksnya. Tidak dapat dipungkiri eksistensi mereka dan sulit untuk membawa mereka pada kebenaran yang sesungguhnya. Alasannya Karena apa yang mereka lakukan biasanya berdasarkan atas asas pembelaan diri, dimana mereka akan berusaha seolah bersikap realistis dan ilmiah, mungkin terkadang juga terkesan selayaknya orang yang sangat Rohani, hal itu dilakukan tak lepas demi kepentingan diri atau perspektif pribadi yang mereka pegang erat dan tidak ingin ada orang yang mengusiknya, termasuk diantaranya Gereja dan antek-anteknya. Memang menjadi penonton adalah hal yang paling mudah, dimana kita hanya akan mengkritik sepuas hati tanpa berpikir, sanggupkah kita melakukan hal yang sama saat kita terjun menjadi pemain. begitu juga dengan Thomas-Thomas masa kini yang hanya mengkritik namun belum tentu dapat melakukan apa yang dikatakannya. Jika demikian, apalah daya kita sebagai bagian dari anggota gereja selain berusaha mengunjungi, menasihati dan mendoakan mereka, namun jika hal itu tidak membawa perubahan, kita hanya mampu menyerahkannya pada Tuhan, sebab Tuhanlah yang memiliki hati manusia dan sebab banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih (Matius 22:14).
    Wahyu wulan salesti (153100175/PK)

    BalasHapus
  13. Menurut saya, orang-orang tersebut (terutama tetangga yang sejemaat dengan penulis) kurang memiliki pengetahuan tentang Firman Tuhan, terbukti ketika penulis menunjukkan analogi ilustratif dan mereka mengangguk-angguk tanda bahwa mereka mengerti maksud perkataan tersebut. Kurangnya pengetahuan mereka bisa saja disebabkan oleh gereja yang tidak memberi ruang bagi orang dewasa untuk mempelajari PAK, atau gereja yang sudah memberi ruang namun orang dewasa malas dan tidak mau belajar karena kesibukan atau bahkan merasa sudah mengerti. Hal-hal semacam ini yang dapat menyebabkan orang dewasa kurang paham tentang Firman Tuhan, sehingga hal-hal seperti diatas bisa terjadi. Orang yang belum dewasa (walaupun dewasa tidak ditentukan oleh usia), khususnya dewasa secara rohani akan berfikir ala Thomas si murid Yesus yang baru akan percaya Yesus bangkit dari kubur jika sudah mencucukkan tangannya di luka Yesus. Namun orang yang sudah dewasa rohaninya tidak akan berfikir demikian, mereka akan lebih bisa berfikir seperti yang tertulis di dalam Yohanes 20:29b dengan pemahaman mereka akan Firman Tuhan. Melalui permasalahan ini, penting bagi orang dewasa untuk mengerti kebenaran Firman Tuhan, karena Firman Tuhan adalah sumber Kebenaran bagi orang Percaya. (Lidia Tri Yulianti 143100164/PK)

    BalasHapus
  14. Pendapat saya pribadi, memang tidak dijelaskan secara detail dan terperinci seperti apakah hubungan antara tetangga dan masyarakat di kondisi tersebut dalam artikel ini di atas. Dalam hubungan dekat dan baik ataukah memiliki relasi yang jauh ? Namun jika kita terrapkan dalam kehidupan masa kini memang banyak orang atau masyarakat yang bergenerasi seperti Thomas. Banyak konflik dan isu-isu yang merajalela tanpa masyarakat melihat apa dasar permasalahannya. Yang ada hanya saling judge didalam lingkup masyarakat. Hal ini umpama seperti bantal yang disobek dan isi kapuknya tersebar dijalanan. Artinya, isu yang tersebar dan masyarakat tak tau keasliannya akan tersebar bagaikan kapuk ini. Bahkan bagi kita sendiri, seringkali kita hanya membawa diri dalam melayani tanpa mempersiapkan mental dan kemampuan dalam ladang pelayanan. Hal ini menjadi peringatan bagi kita pelayan Tuhan untuk semakin siap menghadapi berbagai masalah dalam hidup.
    Saya sangat kurang setuju juga atas pernyataan tentang seorang pendeta yang harus mati, mabuk, melukai diri terlebih dahulu sebelum ia berkotbah untuk memberikan bukti. Namun kita sebagai orang percaya, dan Firman Tuhan melalui Alkitab yang kita percayai sebagai Wahyu Allah kita tak ragu lagi akan Firman Tuhan bukan malah seperti Thomas yang harus melihat dan meminta bukti kepada Yesus untuk meyakinkan diri dan kemudian percaya. Saya yakin, ‘Generasi Thomas Masa Kini” tidak akan ada jika kita memiliki iman percaya hanya kepada Allah. Kita orang percaya harus dapat bertindak pasti dan dapat mengendalikan diri dalam berpikir sesuai dengan Firman Allah.

    Kristus Beserta Kita..
    ( Elsania Clariza Putri/143100157/PK )

    BalasHapus
  15. Syallom pak Mianto menurut pendapat saya pribadi, pada saat kesempatan kali ini saya sangat termotivasi tergugah hati saya pak ketika membaca salah satu asrtikel yang bapak buat untuk kami baca dan refleksikan bersama-sama. Menurut saya dari tulisan ini memang terjadi dari masa ke masa dari waktu ke waktu. Bahwa di sekitar kita ini, dimana kita hidup bermasyarakat pasti kita akan menjumpai yang bapak istilahkan, yaitu Thomas-Thomas Masa Kini. Sangatlah mudah untuk orang-orang Kristen yang tidak kuat imannya karena belum mempunyai fondasi iman yang kuat pasti akan memiliki karakteristik seperti thomas. Masih banyak hal yang menyebabkan orang-orang belum mempunyai fodasi iman yang kuat, salah satunya pak adanya kesombongan didalam menyembah, dan memuliakan Tuhan. Di dalam Yohanes 20:29b ini kita sebagai anak-anak Alllah patut berbahagia, karena dengan iman kita yang tidak pernah melihat, tapi kita bisa mampu untuk 100% percaya kepada Dia, walaupun kita tidak usah untuk menunggu melihat Dia terlebih dahulu. Inilah iman Kristen yang sejati. Saya pribadi menambahkan sedikit bahwa, kita sebagai pendidik-pendidik Kristen wajib menuntun setiap jemaat untuk selalu aktif mengikuti kegiatan-kegiatan Gerejawi yang membutuk fondasi-fondasi iman. Dan juga mengarahkan tiada henti-hentinya untuk meneguhkan hatinya dengan kepercayaan yang muncul di dalam hati mereka. Itulah tugas yang harus dilakukan. Walaupun kita melakukannya ini harus sampai mencucurkan air mata atau istilah lainnya kita sampai-sampai menangis untuk mengingatkan mereka, dengan tujuan supaya hari depan sudah tidak ada lagi yang namanya Thomas-thomas masa kini. Terimakasih, Tuhan Yesus memberkati. Meidyan Dewa(153100176/PK)

    BalasHapus
  16. Menurut saya, orang-orang yang kurang aktif kegereja akan selalu berpendapat demikian. Jika mereka aktif beribadah dan memahami Firman Tuhan, maka tidak akan mereka memiliki pendapat yang buruk tentang pendeta tersebut. Terkadang orang-orang dapat melihat setitik kesalahan orang lain dan tidak dapat melihat segunung kesalahan yang dilakukan diri sendiri. Orang yang sudah dewasa pasti beranggapan bahwa dirinya sudah benar. Ketika sudah mendapatkan sebutan “orang dewasa”, biasanya orang dewasa menganggap dirinya tidak perlu belajar (mereka sudah lebih tahu Firman Tuhan dibanding pendeta tersebut). Belajar tidak dibatasi oleh umur. Walaupun sudah dewasa kita tetap perlu belajar untuk suatu perubahan yang lebih baik, karena perubahan pasti ada dan di dalam hidup proses yang kita alami akan membuat kita berubah menjadi baik dan tidak menutup kemungkinan berubah ke hal yang negatif. Orang dewasa perlu mendapatkan pendidikan dalam memahami Firman Tuhan. Janganlah kita seperti Thomas yang percaya ketika sudah melihat. Ketika kita memahami Alkitab, maka tidak perlu menunggu hal buruk terjadi baru kita bisa percaya. Alkitab sudah jelas menjelaskan apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus kita jauhi.
    Memiliki gelar “Pendeta” sangatlah berat, apa yang dilakukan pendeta selalu jadi fokus utama para jemaatnya. Jika seorang pendeta melakukan kesalahan maka akan cepat tersebar ke seluruh jemaat, jika ada jemaat yang berbuat salah pendeta diminta untuk diam dan tidak menyebarkan kepada yang lain, jika ada yang mengetahui masalah tersebut maka sang pendeta akan disebut “ember’. Menjadi pendeta berarti harus siap untuk melakukan segala yang baik. Jika orang awam memiliki pengertian yang benar maka mereka dapat berpikir kalau “pendeta juga manusia yang bisa berbuat salah, bukan malaikat”. Menjadi seorang pendeta berarti siap untuk menjadi teladan yang hidup dan tidak menjadi batu sandungan. Tetapi ketika pendeta melakukan kesalahan kita sebagai jemaat harus melihat sejauh mana kesalahan tersebut, tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan dan menghakimi sang pendeta. Sekian dan terimakasih. Damai sejahtera bagi kita semua. (Ester Desi/143100155-PAK)

    BalasHapus
  17. Dari tulisan tersebut kita diingatkan kembali tentang peristiwa lalu, mengenai seorang tokoh alkitab yang bernama Tomas. Salah satu murid dari Yesus yang tidak percaya bahwa Yesus sudah bangkit. Tomas baru mempercyai hal itu setelah ia membuktikan secara nyata mengenai kebangkitan Yesus tersebut. Kemudian Yesus menemui Tomas lalu Ia menunjukkan tangan dan Tomas mencucukkan jarinya di tangan Yesus, barulah Tomas percaya hawa Yesus sudah bangkit. Setelah itu Yesus berkata dalam kitab Yohane 20:29b, yang menjadi kata kunci dalam pembahasan diatas.
    “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya” (Yohanes 20:29b). Dari perkataan Yesus tersebut kita dapat ada dua tingkatan sebuah kepercayaan. Pertama, percaya setelah melihat, dan yang kedua, percaya walau belum melihat. Level percaya sebelum melihat tentunya membuktikan bahwa iman orang tersebut sudah dewasa. Kita tidak perlu harus melihat Allah dulu baru kita percaya bahwa Allah itu ada ya memang perjumpaan dengan Allah secara pribadi sangatlah berpengaruh bagi kedewasaan iman seseorang.
    Walaupun kita tidak melihat Allah menciptakan langit dan bumi, kita tidak melihat peristiwa perjuangan bangsa Israel, tidak melihat Yesus disalibkan-mati-dikuburkan-bangkit-dan naik ke sorga,, namun kita harus tetap percaya kepada Allah dan semua karya-karya-Nya yang mulia. Hal pembeda dari orang yang dewasa iman dengan orang yang masih kurang dewasa dalam imannya baik secara rohani dan juga dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam hal kepercayaan. Jadi kita bisa menilai diri kita sendiri sampai dimanakah tingkatan level kepercayaan kita. (Christyan Dyah /153100170)

    BalasHapus
  18. Jika kita melihat dari sudut pandang Pendidikan Orang Dewasa (POD), hal tersebut merupakan salah satu masalah atau juga bisa dikatakan sebagai suatu kesulitan dalam konteks POD. Karena OD merasa bahwa mereka sudah mempunyai konsep berfikir sendiri-sendiri, mereka juga merasa bahwa OD juga sudah banyak pengalaman sehingga mereka kadang tetap berjalan atau melakukan apa yang ada di pikirannya. Selain itu orang dewasa juga sudah terbiasa dituntut untuk mengambil keputusan misalnya dalam keluarga mereka harus mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah dalam keluarganya tersebut. Tak jarang orang dewasa yang tidak mau menerima masukan dari orang lain atau bisa dikatakan kolot. Orang dewasa seringkali merasa bahwa keputusannyalah yang selalu benar. Padahal dari segi etika ataupun sosial kadang pola pikirnya sangat berlawanan. Masalah seperti ini juga merupakan tugas gereja untuk membina orang-orang dewasa. Maka dari itu dimasa-masa sekarang juga sangat di perlukan peran Nabi, Kaum Bijaksana, Imam seperti pada zaman dahulu sekitar 1800 s.M dimana pada saat dalam umat Yahudi muncul jabatan-jabatan pengajar. Gerejapun harusnya demikian yaitu memiliki bidang yang terjun khusus atau mengajar secara langsung orang-orang dewasa. Karena peran orang dewasa sangat diperlukan dalam lingkungan keluarga. Menurut agama Yahudi keluarga adalah wadah dimana kehendak Allah dinyatakan kepada anak. Bidang cakupan orang dewasa itu bukan hanya membekali orang untuk bertumbuh menjadi orang tua, tetapi juga menolong orang dewasa bertambah menjadi dewasa, karena tak jarang orang yang sudah dewasa secara umur tapi kelakuan dan pola pikir mereka masih seperti kanak-kanak. Karena jika kita melihat Efesus 4:15 tiap orang dewasa itu masih perlu bertumbuh didalam segala hal kearah Dia. Dewasa secara fissik dan usia belum berarti dewasa secara kepribadian. Dan POD ini mempunyai fungsi strategis sebab merekalah yang harus membuat banyak keputusan dalam hidup sehari-hari.

    BalasHapus
  19. Dari kasus diatas jika saya melihat, menurut pandangan saya bahwa orang dewasa tersebut membawa budaya yang sudah lama dijalankan, karena jika saya melihat dilingkungan saya khususnya dalam konteks saat ada orang kesripahan itu mereka mempunyai budaya yaitu mendatangi keluarga yang keseripahan tersebut. Kalau didaerah saya namanya adalah “ngendong” dan banyak hal yang mereka lakukan dari malam hingga pagi hari seperti yang menjadi contoh kasus dari tulisan pak Mian diatas. Ya memang kita sering salah kaprah ketika menghadapi situasi seperti itu, peran pendeta ataupun majelis gereja seakan-akan hanya berfungsi ketika ada dilingungan gereja saja, ketika sudah keluar dari lingkungan gereja orang-orang khususnya orang dewasa sudah tidak mau mendengar nasihat-nasihat dari orang lain baik itu majelis gerejanya sendiri, karena jemaat itu sering menilai kehidupan pemimpin-pemimpinnya, dan kemudian penilaian-penilaiannya itu dikontekstualkan dengan kejadian-kejadian yang sedang terjadi, dan banyak sekali penilaian negatif yang muncul. Selain itu jika saya boleh katakan banyak orang yang munafik, ketika ada dalam lingkungan gereja mereka melakukan perbuatan baik, tapi ketika mereka ada di luar mereka sama seperti dunia ini, mereka tidak bisa menjadi terang satupun malahan mereka juga ikut menjadi kegelapan. Maka dari itu ini juga merupakan tugas gereja untuk menyediakan sarana untuk pendidikan orang dewasa, karena orang dewasa pun juga masih memerlukan pendidikan, pendidikan bukan hanya berlaku untuk anak-anak yang masih kecil dsbnya, tapi orang yang berkeluarga atau orang yang sudah dewasa (fisik) juga masih memerlukan pendidikan. Maka dari itu saran dari saya, jika kita sudah melihat kasus diatas seharusnya gereja bisa memikirkan cara untuk mentransformasi, cara untuk membuat perubahan. Pendidikan orang dewasa (POD) yang sudah jarang dijalankan seharusnya hal ini harus dijalankan kembali supaya orang dewasa bisa terdidik menjadi pribadi yang dewasa bukan hanya secara fisik saja, tetapi dari segi pemikiran, kerohanian dan lain sebagainnya. Jadi Pendidikan Orang Dewasa ini harus tetap dijalankan untuk membantu orang dewasa dalam menjalani kehidupan, meluruskan pemikiran-pemikiran yang sedikit menyimpang.
    Salam dari Adida Casriarno

    BalasHapus
  20. Menanggapi artikel yang berjudul “Tomas-Tomas Masa Kini” memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi pembelajaran orang dewasa di masa kini. Kenapa? Ketika melihat beberapa kasus topik pembicaraan dari artikel ini menunjukan bahwa kedewasaan yang seharusnya dimiliki oleh orang dewasa itu belum sepenuhnya mereka miliki dalam dirinya. Kecenderungan orang dewasa yang hanya selalu ingin mengritik orang lain atau orang yang memiliki pengaruh besar bagi dirinya, yang sesungguhnya mereka belum mendapatkan kepuasan batin dan lahir dari orang-orang yang di kritiknya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa orang dewasa memiliki sifat ingin dipandang positif dihadapan semua orang, dan mengagungkan dirinya sendiri (orang dewasa).
    Kita telah mengetahui orang dewasa sudah memiliki sikap tertentu, pengetahuan tertentu, dan keterampilan tertentu yang sudah menetap dalam diri orang dewasa, sehingga tidak mudah untuk merubahnya. Mirisnya hal tersebut masih banyak ditemukan pada diri orang dewasa masa kini, mereka sulit untuk keluar dari zona aman mereka. Prihatinya, ketika kritikan mereka dibawa sampai ke dalam keagamaan (terkususnya disini agama Kristen). Sangat disayangkan sekali jika orang dewasa hanya berpedoman dengan pembuktian empiris, spiritual yang sudah melekat pada diri orang dewasa tidak bisa disandingkan dengan pembuktian empirik karena hal ini berhubungan antara pribadi mereka dengan Tuhan Allah. Perlu kita ketahui bersama-sama bahwa pendidikan orang dewasa itu ketika dikaitkan dengan pengalaman mereka perlu melakukan lima proses didalamnya yaitu mengalami-mengungkapkan-mengelolah-generalisasi-menerapkan-kembali lagi ke mengalami dan seterusnya sampai membentuk sebuah lingkaran yang terus bergerak yang kemudian lingkaran ini menjadi spiral pertumbuhan manusia yang terus meningkat menjadi lebih baik. Sehingga dapat membentuk atau mencetak Tomas-Tomas Masa Kini yang lebih baik juga, dan bukan hanya mengandalkan pembuktian empiris saja maka dari itu Pendidikan Orang Dewasa di gereja perlu ditindak lanjuti lebih serius serta lebih mendapatkan perhatian lebih demi pertumbuhan iman, dan pengetahuan mereka (orang dewasa).
    Terimakasih, Tuhan Yesus Memberkati
    (Sulastri, 143100158/PK)

    BalasHapus
  21. Kalau kita belum mengalami perjumpaan dengan Tuhan kita akan susah melakukan kehendak Tuhan. Paulus yang dulu disebut Saulus, dia dulu memburu pengikut Kristus. Tetapi setelah ia bertemu dengan Tuhan, dia mengalami perjumpaan dengan Tuhan dia berubah. Kenapa thomas-thomas masa kini muncul? Menurut saya karena mereka sulit menemuni teladan Kristus dari pelaku gereja (pendeta/majelis/jemaat-jemaat yang rajin kegereja) maka dari itu orang kristen (gereja) tidak boleh ekslusif harus bisa jadi dampak bagi lingkungan sekitar agar ayat Yohanes 20:29b "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." bisa mengena,membekas,berdampak dan bahkan melekat pada mereka. Namun yang menjadi pertanyaan apakah “Thomas-thomas masa kini” yang dimaksudkan Thomas murid Kristus yang sudah mengerti Tuhan Yesus dan ikut Yesus dan juga tahu pengajara-Nya namun tidak percaya dan butuh pembuktian kepada kuasa Tuhan Yesus? nah dalam cerita ini apakah thomas-thomas yang dimaksudkan yang sudah percaya Yesus (beragama Kristen) atau bahkan orang-orang yang hanya ikut beribadah saja? Bagaimana bisa sebagai seorang majelis gereja berbicara pendeta harus melakukan judi, datang ke tempat lokalisasi dll sebelum berkotbah? itu seperti bukan seseorang yang tidak tahu pengajaran Tuhan bahkan bukan pengikut Tuhan Yesus.
    Lalu saya mulai memasuki theori andragogi dengan kaitannya dari kasus diatas tadi. Kecenderungan orang dewasa karena merasa bahwa dia sudah berumur dan memiliki pengalaman yang lebih banyak dibandingkan kita sebagai calon-calon pendidik membuat mereka susah untuk diberikan pengajaran, masukan, bahkan membimbing mereka. Dari cerita diatas yang menggambarkan bahwa mereka orang dewasa merasa bahwa mereka benar. Mereka memberikan argumen dimana mereka merasa bahwa seorang pendeta harus ini dan itu sebelum pendeta tersebut berkotbah. Dan ketika mereka membicarakan seorang jemaat yang tidak datang kegereja. Namun pada cerita di atas tidak begiu dijelaskan alasan mengapa orang tersebut tidak pernah datang kegereja. Hanya di jelaskan beberapa orang sudah berupaya untuk membujuk untuk beliau datang kegerja dan ternyata tidak berhasil. Dalam theori andragogi mengenai metafora dialog dijelaska bahwa adanya beberapa jenis dialog. Salah satunya mengenai Dialogue of Ideas (dialog pikiran) yaitu berbagai dan bertukar pikiran melalui studi bersama agar saling memahami, demi memperluas wawasan dan perspektif. Kehadiran bapak Mianto disana sangatlah penting dimana ketika mereka mengeluarkan statement yang menurut saya pun itu kurang masuk akal. Bagaimana bisa seorang pendeta harus kecelakan motor atau mati agar dapat memeperingati agar hati-hati? Bapak Mianto disana dengan sangat gamblang memberikan penjelasan dan contoh yang sangat baik untuk mereka sehingga pemikiran dan wawasan mereka terbuka. Orang dewasa juga perlu pendidikan baik secara formal dan non formal. Dengan forum diskusi yang dilakukan diatas juga bermanfaat bagi orang-orang dan menambah wawasan orang dewasa. Seperti metafora percakapan meja makan, dimana orang dewasa dapat bertukar pikiran, pendapat dan boleh saling menguatkan satu sama lain.
    Priskila Sabatini (143100167/PK)

    BalasHapus
  22. Dapat kita lihat bahwa penulis ingin menjelaskan kepada kita tentang bagaimana situasi-situasi yang membuat orang menjadi kritis terhadap berbagai hal yang menyangkut tentang keagaaman. Seperti yang sudah yang sudah dicantumkan oleh penulis mengenai berbagai contoh-contoh atau berbagai ilustrasi yang sering terjadi. Dapat saya simpulkan bahwa tidak semua orang Kristen berbuat demikian, kecuali orang-orang yang belum mengenal tentang berbagai ajaran mengenai kekristenan. Dan saya setuju bahwa memang banyak sekali sekarang yang menjadi Thomas, bagaimana mereka mulai bertanya Tanya, berdasarkan apa yang mereka harus lihat. Seperti narkoba, apakah seorang pendeta harus memakai narkoba dahulu baru dia bisa berkhotbah tentang narkoba. Tentu saja menurut saya sama sekali tidak. Ketika kita bergereja dan menjadi seorang pengajar di sebuah tempat atau di dalam gereja sekalipun, kita bisa saja mendapat sebuah pertanyaan seperti yang penulis cantumkan. Dan terkadang pula kita tidak bisa menjawabnya dengan maksimal, mungkin dengan cara kita menasehati orang tersebut dan mengajak berdiskusi tentang hal-hal ini, maka orang-orang yang bertanya seperti itu akan menjadi faham dan mengerti.
    Dan perlu juga di garis bawahi adalah orang-orang jaman sekarang adalah orang yang semakin kritis, di mana mereka harus melihat sesuatu dahulu baru mereka akan percaya akan hal tersebut. Namun seperti yang sudah saya jelaskan bahwa kita harus menjadi pedoman dahulu bagi mereka yang kurang percaya, bagaimana kita dalam bertindak, bertingkah laku. Dan tidak seharusnya kita melakukan sesuatu yang menjadi keinginan mereka di mana mereka harus melihatnya dengan mata kepela mereka sendiri. Dengan memberikan berbagai pengetahuan kepada mereka begitu pula dengan pemberian pemahaman mengenai Firman Tuhan kepada mereka sehingga mereka menjadi iman yang dewasa. Ketika seorang yang dewasa imannya maka mereka tidak akan bertanya-tanya mengenai hal tersebut. Seperti yang tertulis di dalam Yohanes 20:29b"Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." .
    Terima kasih. Tuhan Yesus Memberkati
    (Kristina Aritasari) 153100168/PK

    BalasHapus